Telp. (024) 7691 7578 / HP. 085640-750440 Solikin / HP. 085640-398242 Suratman
Dalam
masa enam bulan itu, kondisi sang ayah terus memburuk. Hingga suatu
hari, ia memanggil istri dan kedua anak kesayangannya. “Istriku, waktuku
sepertinya sudah tak lama lagi. Terima kasih sudah mendampingiku selama
ini dan mendidik kedua anak kita dengan baik. Tolong jaga mereka,” kata
sang ayah. “Anakku yang sangat kusayangi. Aku juga berpesan dua hal
kepada kalian. Pertama, jangan pernah menagih piutang kalian. Kedua,
jangan biarkan diri kalian terbakar sinar matahari.”
Kedua
anak itu saling berpandangan. Mereka pun bertanya, ”Apa maksud ucapan
Ayah?” Namun belum sempat dijawab, sang ayah sudah mengembuskan napas
terakhirnya. Mereka pun menangisi kepergian orang yang sangat mereka
cintai, sembari memikirkan, apa maksud pesan terakhir sang ayah.
Waktu
berganti, tahun-tahun pun berlalu. Kedua pemuda kembar itu telah
berpisah untuk mencari jalan hidupnya masing-masing. Hingga suatu hari,
ibu mereka berniat untuk mengunjungi kedua anaknya yang tinggal
berjauhan.
Kali pertama, sang ibu mendatangi anak
kedua. Saat itu, ia baru tahu, mengapa anak keduanya kerap mengeluh di
surat yang selalu dikirimnya. Dia hidup miskin, tubuhnya kurus kering.
Ia pun bertanya, “Anakku, mengapa kamu bisa mengalami kondisi seperti
ini?” tanyanya.
“Ibu… saya hanya menjalankan pesan
ayah.” Jawabnya. “Yaitu, jangan pernah menagih piutang dan jangan sampai
terbakar matahari. Pesan pertama saya laksanakan! Setiap ada yang
berutang, saya tak pernah menagihnya kecuali mereka sendiri yang
membayar. Dan, itu membuat banyak orang yang berutang malah tak pernah
membayar. Yang kedua, karena tak boleh terbakar sinar matahari, ketika
sedang ada uang, saya gunakan semuanya untuk membeli mobil sendiri.
Akibatnya, saat ini uang saya tidak pernah cukup,” sebut si anak kedua
memelas.
Si ibu yang kasihan, lantas meminta si anak
kedua ikut kembali tinggal bersamanya. Namun, sebelum itu, ia ingin
menemui anak pertamanya. Ternyata, dia hidup sukses dan bahagia.
Apa
yang membuat kondisi anak pertama sangat berbeda dengan anak kedua? Si
anak pertama pun menjawab, “Ibu, saya hanya menjalankan pesan yang
diberikan ayah dulu. Waktu itu, ayah meminta saya tidak boleh menagih
piutang. Maka, saya pun berusaha semaksimal mungkin tidak pernah
membiarkan orang berutang. Untuk setiap barang yang saya jual, saya
wajibkan untuk bayar di awal. Kemudian untuk mematuhi pesan kedua, saya
selalu pergi pagi-pagi sekali dan baru pulang saat sudah malam. Saya pun
bisa memaksimalkan waktu untuk bisa mencapai hasil hingga seperti
sekarang.”
Sang ibu mengangguk-angguk perlahan. Rupanya
dua anak kembar itu punya perbedaan cara pandang dalam menerima pesan
sang ayah, yang belum sempat dijelaskan. Perbedaan itulah yang membuat
mereka punya nasib yang berbeda.
Dalam
kisah ini, sangat jelas bahwa pola pikir (positif atau negatif) akan
memberi dampak yang berbeda pula. Hal yang sama bisa terjadi pada kita.
Suatu kondisi dan keadaan yang menimpa (misalnya krisis) akan memberi
hasil yang berbeda jika kita bisa mengubah sudut pandang menjadi lebih
positif. Sebab, dengan pola pikir yang positif, kita akan mempunyai cara
berpikir yang lebih luas untuk memperbaiki keadaan. Saat gagal, bisa
menjadi momen untuk belajar memperbaiki apa yang salah. Saat terjatuh,
bisa menjadi masa mengevaluasi diri agar mampu bangkit lagi.
Mari,
kita perbaiki sudut pandang kita terhadap segala hal yang kita jumpai,
dengan pola pikir yang selalu positif. Sehingga, setiap hasil apa pun
yang kita dapati, dapat menjadi hal yang selalu penuh arti.
Sumber : www.andriewongso.com
Untuk mendapatkan informasi produk-produk training kami
Gg. Salak , Muntal, Gunungpati
Kota Semarang, Jawa Tengah
Telp. (024) 7691 7578
Hubungi HP. 085640-750440 Solikin
HP. 085640-398242 Suratman
Gg. Salak , Muntal, Gunungpati
Kota Semarang, Jawa Tengah
Telp. (024) 7691 7578
Hubungi HP. 085640-750440 Solikin
HP. 085640-398242 Suratman
EmoticonEmoticon