Siapapun diri kita pasti mendambakan karir yang lebih baik dari hari ke hari. Pada kenyataannya tidak semua orang mengalami hal tersebut. Ada sebagian orang yang dia bisa naiak karirnya dalam waktu yang singkat, sebagian lagi bertahun-tahun tetap itu-itu saja jabatnnya. Sebuah tuliasan DeKa (Dadang Kadarusman) yang saya terima dari mailist beliau cukup membuat mata kita terbuka. karir bukan sekedar sebuah jabatan yang bergulir seiring waktu. Lebih dari itu, karir adalah prestasi kerja dan kemauan belajar juga pembelajaran dari atasannya. baik, langusng kita simak saja uaraian beliau.
Indikasi jika karir kita berjalan dengan baik adalah; ada perbaikan posisi alias jabatan kita. Sudah berubah lebih baik dibandingkan dengan ketika kita memulai karir di perusahaan ini dua tahun yang lalu. Jika sudah berkarir disini lebih dari 2 tahun. Namun posisi kita masih disitu-situ saja, maka mungkin kita perlu bertanya kepada diri sendiri; Apakah saya sudah cukup gigih dalam memperjuangkan karir ini? Iya dong. Sebab jika posisi kita tidak berubah, maka mungkin; karir kita hanya berjalan di tempat. Kelihatannya saja baik-baik saja. Kita seneng setiap hari bekerja disana. Punya banyak teman yang menyenangkan. Tapi, kita tidak sadar jika sebenarnya karir kita tidak ada perkembangan. Itu tandanya, kita mesti lebih gigih berjuang.
Indikasi jika karir kita berjalan dengan baik adalah; ada perbaikan posisi alias jabatan kita. Sudah berubah lebih baik dibandingkan dengan ketika kita memulai karir di perusahaan ini dua tahun yang lalu. Jika sudah berkarir disini lebih dari 2 tahun. Namun posisi kita masih disitu-situ saja, maka mungkin kita perlu bertanya kepada diri sendiri; Apakah saya sudah cukup gigih dalam memperjuangkan karir ini? Iya dong. Sebab jika posisi kita tidak berubah, maka mungkin; karir kita hanya berjalan di tempat. Kelihatannya saja baik-baik saja. Kita seneng setiap hari bekerja disana. Punya banyak teman yang menyenangkan. Tapi, kita tidak sadar jika sebenarnya karir kita tidak ada perkembangan. Itu tandanya, kita mesti lebih gigih berjuang.
Beberapa
waktu yang lalu, saya memfasilitasi training 2 hari untuk salah satu
klien kami. Salah satu pokok bahasannya hari itu adalah tentang
pengembangan karir. Di saat kami sedang istirahat, salah seorang
peserta menghampiri saya dan bercerita jika dirinya baru bekerja belum
genap setahun di perusahaan itu. Sebelumnya, dia bekerja di perusahaan
yang juga besar. Di perusahaan lama, dia sudah mendapatkan ruangan
sendiri. Anda, tentu mafhum bahwa orang yang mendapatkan ruangan sendiri
di gedung perkantoran mahal tentulah bukan orang sembarangan. Atau,
minimal fungsi yang dimainkan orang itu sangat penting. Sehingga
perusahaan, mau menginvestasikan ruangan kerja khusus untuknya.
Teman
saya ini mengomentari tentang topik yang baru saja saya bawakan dalam
sesi sebelum istirahat. "Selama dua bulan setelah saya keluar, jabatan
yang saya tinggalkan masih belum ada penggantinya Pak…" kata beliau.
Tentu saja. Tidak mudah bagi perusahaan untuk mendapatkan pengganti
talenta handal dalam posisi penting, bukan? Nggak gampang dapat
penggantinya. "Tapi beberapa waktu lalu, teman saya di kantor lama
menelepon," begitu beliau melanjutkan. "Katanya. Sudah ada orang yang
menggantikan saya."
Saya
mendengarkan. Untuk mengetahui cerita selanjutnya. Karena saya yakin
bahwa pembicaraan itu belum sampai pada hal paling menariknya. Dan saya
benar. Begini teman baru saya ini meneruskan;"Bapak tahu nggak,"
katanya. "Siapa yang menggantikan saya?"
"Hmmh…, saya khawatir pertanyaan itu terlalu sulit untuk bisa saya jawab…" begitu saya bilang. Lagi pula, menjadi trainer tidak berarti harus tahu semua jawaban atas setiap pertanyaan, kan?
"Ternyata
yang menggantikan saya adalah Office Boy di kantor kami Pak."
Lanjutnya. Nah, inilah bagian paling menariknya. Top management
berbulat hati untuk mempromosikan seorang office boy menggantikan
posisi penting yang ditinggalkan oleh seseorang.
"Jadi memang benar apa yang tadi Bapak katakan itu…" lanjutnya.
"Baiklah,"
saya bilang. "Berarti dalam training ini saya tidak membualkan jargon
dan omong kosong, kan?" Saya memang paling takut jika menjadi trainer
hanya untuk mengatakan sesuatu yang tidak bernilai. "Namun barangkali
Bapak bisa menceritakan tentang Office boy itu. Hingga dia dinilai
layak untuk menggantikan Bapak?" begitulah pertanyaan saya selanjutnya.
Lalu
sahabat saya ini menceritakan. Bahwa dirinya sering sekali bekerja
sampai malam. Dan di kantor, dia sering hanya ditemani oleh office boy
itu. Yang semestinya sih, pegawai kecil seperti dirinya sudah sejak
tadi pulang ke rumah. Bukankah kebanyakan karyawan lainnya juga sudah
pada pulang? Malahan tidak sedikit orang-orang yang sudah beruntung
mendapatkan pekerjaan dan posisi yang baik, tapi punya kebiasaan
teng-go, kan? Office boy ini, terus bertahan di kantor.
Banyak
juga kok professional yang tidak teng-go. Betul. Tapi apa yang
dilakukannya setelah jam kantor itu? Biasalah, menunggu sampai
kemacetan mereda. Atau mengisi waktu luang dengan membuka-buka
internet. Atau, membunuh waktu dengan bermain game online. Atau,
nongkrong di warung kopi sambil ngerumpi. Setidaknya, begitulah
pemandangan yang sering kita temukan di kantor-kantor di Jakarta.
Sang
office boy yang kita ceritakan itu beda. Setelah jam kantor usai. Dia
mengetuk pintu ruang kerja teman baru saya ini. Lalu bertanya;"Pak,
bolehkah saya bantu-bantu Bapak?"
Pada
awalnya, pertanyaan itu menghasilkan respon berupa pertanyaan juga.
"Emangnya kamu bisa bantu apa?" Wajar dong, jika teman saya bertanya
demikian.
"Apa sajalah Pak," jawabnya. "Yang penting saya bisa belajar dari Bapak….."
Maka
jawaban itulah yang kemudian membawa office boy itu kepada petualangan
after office hour yang melampaui jabatan dan kedudukannya sebagai
pegawai kecil. Dia, memiliki mental dan kegigihan yang besar untuk
memperjuangkan karirnya. Teman saya bercerita bahwa hampir selama
setahun, proses itu berlangsung. Dan selama setahun itu, sang office
boy menunjukkan kemampuan belajar yang sangat tinggi sehingga setiap
hari, dia menunjukkan perkembangan yang signifikan. Sekarang dia bisa
diberi tugas yang lumayan penting untuk diselesaikan.
Tak sekali pun
orang itu bertanya;"Bayaran saya nambah nggak dengan mengerjakan
tugas-tugas tambahan ini?" Padahal, itu adalah pertanyaan standar yang
sering sekali diajukan oleh kaum professional yang mendapatkan tugas
tambahan.
Dia.
Fokus saja terus kepada proses belajarnya yang tanpa mengharapkan
imbalan apapun. Dia sadar, jika jabatannya saat ini terlampau rendah
jika dibandingkan dengan mayoritas karyawan di perusahaan besar ini.
Bahkan sering dianggap remeh. Disepelekan. Atau dipandang sebelah mata.
Dan dia sadar. Bahwa perbaikan dalam karirnya hanya bisa dia sendiri
yang memperjuangkannya. Sungguh. Dalam posisinya yang tidak semua orang
mau menerima pekerjaan itu, dia telah benar-benar menjalankan perintah
Tuhan yang diabadikanNya dalam surah 13 (Ar-Ra'du) ayat 11; "Sesungguhnya Aku tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum mereka sendiri mengubahnya….."
Ayat
itu jelas sekali menggambarkan bahwa perbaikan nasib dalam karir kita
itu, tidak bisa diserahkan kepada orang lain. Tidak bisa dititipkan
kepada top management. Tidak bisa digantungkan dengan harapan agar para
atasan memikirkannya untuk diri kita. Apalagi sekedar mengadukannya
melalui doa-doa yang kita panjatkan kepada Tuhan. Kita sendirilah yang
mesti memperjuangkannya. Karena tidak ada orang yang paling
berkepentingan dengan pertumbuhan diri kita. Dengan perkembangan karir
kita. Selain diri kita sendiri.
Hari
itu. Saya memang yang bertugas menjadi trainer untuk para peserta di
kelas training saya. Namun, pada hari itu. Saya sungguh belajar banyak
dari cerita tentang office boy yang gigih memperjuangkan karirnya itu.
Hingga dia dipilih top management untuk menggantikan posisi kosong yang
ditinggalkan oleh salah seorang talenta penting di perusahaan. Nyata
sekali jika sesungguhnya posisi kita saat ini bukanlah faktor paling
menentukan untuk posisi kita dimasa depan. Kegigihan kita saat
menjalani hari-hari kerja inilah yang sangat menentukannya. Karena
apapun yang kita lakukan sekarang, sangat menentukan masa depan kita.
Dan apapun yang kita perjuangkan untuk memperbaiki karir masa depan,
menjadi bahan penilaian dari Tuhan; Apakah kita layak mendapatkan
pertolonganNya demi perbaikan nasib atau tidak. Sebab Tuhan, suka
sekali kepada orang yang gigih. Memperjuangkan nasibnya. Lalu Dia.
Mengirimkan pertolongan, untuk memudahkan jalannya.
Apakah
Anda menginginkan perbaikan karir dimasa depan? Tentu saja. Dan apakah
Anda sudah gigih memperjuangkannya saat ini? Jika belum. Mulailah
sekarang. Jadilah orang yang gigih berjuang. Bukan hanya bekerja
sebatas untuk menyelesaikan tugas-tugas harian. Bukan pula untuk
sekedar memenuhi kewajiban. Juga, bukan bekerja untuk mengejar-ngejar
tambahan penghasilan. Mulailah bekerja seperti office boy itu. Yaitu,
bekerja untuk terus mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya.
Karena ketika kita bekerja dengan spirit seperti itu, maka kita tidak
terlalu peduli lagi dengan bayaran. Kita tidak terlalu mempermasalahkan
lagi besar dan kecilnya imbalan. Kita, fokus saja kepada aktualisasi
kapasitas diri.
Tidak
usah khawatir dengan imbalan yang tidak bertambah karena kita bekerja
extra sahabatku. Karena pekerjaan ektra itu melatih kita untuk menjadi
pribadi yang lebih baik. Hal itu pun sudah menjadi imbalan tersendiri
bukan? Tentu saja. Karena untuk setiap usaha yang kita lakukan, selalu
ada imbalannya. Bahkan dalam ayat yang sama pun, Tuhan sudah
mengisyaratkan bahwa untuk setiap manusia, ada malaikat-malaikat yang
selalu mengikutinya secara bergiliran, dimuka dan dibelakangnya. Mereka
menjaganya atas perintah Allah. Bukankah firman ini menegaskan kepada
kita bahwa pada saat kita sedang gigih berjuang demi perkembangan diri
dan karir kita, ada malaikat yang senantiasa menjaga kita. Dan menolong
kita, agar bisa sampai kepada apa yang kita cita-citakan? Maka mari sahabatku. Lebih gigih lagi dalam berjuang. Dan biarlah Tuhan, yang memudahkan jalannya. Untuk kita. Insya Allah.
EmoticonEmoticon