Jumat, 17 Januari 2014

DUA CINTA SATU KEBERUNTUNGAN

Tak ada lagi dipungkiri setiap manusia terlahir karena atas nama cinta suka maupun duka terlewati bersama  begitulah kata seorang pujangga cinta, lewati hari dengan suka duka sudah terbiasa namun melewati keberuntungan belum bisa dipastikan oleh seorang pujangga cinta dengan sukar megatakan ini belum nasib.

Begitulah kira-kira kata yang terucapnya, walaupun berat rasa mengatakan namun apalah daya seorang pujangga hanyalah manusia biasa. Lewati hari demi hari tak pudar rasa sebagai seorang pujangga cinta yang selalu berkomitmen untuk selalu mencari dan mencari sebuah makna baru.

Diri sebagai seorang “pujangga” entalah pujangga cinta maupun pujangga yang lain, hal ini hanyal diri yang bisa melebelkanya namun keringangan kedengar adalah punjangga cinta karena manusia terlahir karena cinta, itu sebab dimana-mana terdengar baik kalangan anak-anak hingga tuapun kata itu tetap ada.

Walahhhhhh kok bahas pujangga sih,,,!!! Upssssss Ok lah kalau gitu, sekarang kita bahas dua cinta satu keberuntungan namun gomong-gomong apa bedanya dengan punjangga YA?? kan sama-sama berbicara CINTA!! Ya emang sih tapi menurut ku sependapat dengan mu yang sama-sama membahas cinta

Yang dimana seorang pujangga itu pada seseorang memberikan nuansa perasaan dengan lawanya melalui gaya olahan bahasa penuh silogisme melahirkan keberuntungan dipercaya dan di yakini kebenaranya namun bukan itu yang ku maksud, dua cinta satu keberuntungan disini adalah rangkaian tujuan hidup.

Tujuan hidup merupakan sebuah misi telah telah tertanam sejak kadung badan hingga sepanjang hayat hidup manusia baik telah ditentu ataupun diri yang mengubahnya semuanya tergantung sikap dan kondisi dimana kita berada saat ini, bukanlah orang lain bisa mengubanya namun diri kitalah yang bisa mengubahnya. Lantas apa yang diinginkan dalam sebuah tujuan hidup,,yakni

HIDUP KESUKSESAN
Tak ada satu orangpun dalam hidupnya mengingikan kegagalan semuanya menginginkan kesuksesan kecuali hanya sikap kita bisa mengubahnya menjadikan kita gagal bukan karena kita bodoh atau sejenis lainya melainkan tidakan membuat semangat, progresif, bersahabat dan intektuktualitas.

Sebuah konsep nyata dalam hidup, belajar dari sebuah laba-laba dan dua ekor semut, Di sudut atap sebuah rumah yang sudah tua, tampak seekor laba-laba yang setiap hari bekerja membuat sarangnya dengan giat dan rajin. suatu hari hujan turun dengan derasnya dan angin bertiup dengan kencang. Rumah tersebut bocor dan sarang laba-labanya pun rusak. Tampak si laba-laba dengan susah payah berusaha merayap naik. setelah berhasil naik, laba-laba berusaha membuat sarangnya kembali yang rusak, namun ketika sudah mulai membuat sarang, sarangnya rusak kembali. begitu seterusnya. Laba-laba tidak menyerah begitu saja ketika sarangnya rusak dan mencoba membangun kembali.

Ada 3 orang kakak beradik yang menyaksikan tingkah laku laba-laba tersebut. Anak pertama memberikan komentar : nasibku sama dengan laba-laba tersebut, meskipun aku sudah berusaha sekuat tenaga terus menerus tetapi hasilnya masih tetap nol. sia-sia belaka! memang beginilah nasibku. Meskipun sudah berusaha sekuat tenaga apapun hasilnya tidak bisa berubah.

Anak kedua berkomentar: laba-laba itu bodoh sekali. kenapa tidak mencari jalan lain. tidak perlu bersusah payah untuk menghadapinya. lebih baik lewat jalan pintas saja.
lain halnya dengan pendapat anak ketiga, melihat kegigihan laba-laba tersebut, hatinya tergugah. dia berkomentar : Laba-laba ini begitu kecil, tetapi memiliki semangat yang luar biasa! dalam hal keuletan dan ketabahan. aku harus belajar dari semangat laba-laba ini. beberapa kali sarangnya rusak, namun dengan kegigihannya, laba-laba tetap semangat utk membangun sarangnya kembali.

Satu kesimpulan yang menarik bahwa Sudut pandang yang berbeda dalam melihat persoalan yang terjadi akan melahirkan penanganan yang berbeda. Cara pandang anak pertama memperlihatkan sikap sosok yang tanpa motivasi, tanpa target hidup yang pasti, pasrah, mudah putus asa, dan bergantung pada apa yang disebut dengan nasib. ini adalah salah satu perspektif yang paling menghambat langkah seseorang untuk meraih keberhasilan. Jika kita menganut sudut pandang demikian maka dijamin keberhasilan akan jauh dari kita.

Cara pandang anak kedua menunjukkan tanda-tanda sebuah pribadi yang oportunis dan pragmatis. Dalam menghadapi masalah dan persoalan, pilihan yang ditempuhnya adalah menghindari atau lari dari persoalan. Jika toh harus menghadapinya maka yang ditempuhnya adalah ditempuhnya jalan pintas dan menghalalkan segala cara asalkan tujuannya tercapai. Bukannya mencari pemecahan dengan kreatifitas dan kecerdasan. Jika setiap rintangan kita bersikap demikian, maka dipastikan mental kita akan menjadi lemah, rapuh, dan besar kemungkinan menjadi "Raja Tega"

Dan untuk cara pandang anak ke tiga itu menunjukkan semangat juang yang tinggi. Kegigihan adalah semangat pantang menyerah yang harus dimiliki untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dan setiap persoalan adalah sebuah batu penguci yang harus dipecahkan dan dihadapi dengan penuh keberanian.

Seperti yang dilakukan oleh sekelompok semut tengah berjalan melewati hutan. Diantara jalan yang dilewati, rupanya terdapat genangan air yang cukup besar dan akhirnya menenggelamkan dua diantara sekelompok semut tersebut. Mereka jatuh dan tidak tahu bagaimana cara berenang.

Mereka hanya berteriak dan berusaha sekuat mungkin untuk bisa menyentuh daratan. Genangan air itu rupanya cukup besar, sehingga setiap kali dua semut nyaris berhasil, gelombang air seakan membuat mereka kembali menjauh dari daratan yang dituju.  Melihat hal ini, sekelompok semut lainnya akhirnya berkata, “Hai, genangan air itu tidak akan bisa membuatmu kembali. Usahamu hanya akan sia-sia. Kamu akan mati disana.”

Namun kedua semut hanya mengabaikan komentar dari teman sekelompoknya. Mereka tidak mendengar ocehan itu dan hanya berusaha sekuat mungkin untuk mencoba dan terus mencoba. Namun kelompok semut yang lainnya kembali berkata, “Sudah kukatakan, usahamu itu tidak akan pernah membuahkan hasil. Kamu hanya akan tenggelam dan mati disana.” Semakin banyak anggota semut yang meminta mereka menghentikan usahanya, akhirnya satu semut pun menyerah. Ia berpikir bahwa apa yang dikatakan kelompoknya adalah benar. Untuk bisa kembali menyentuh daratan, sepertinya hanyalah mimpi yang sia-sia. Usahanya yang sudah ia lakukan nyatanya tak membuahkan hasil juga. Ia  menyerah dan akhirnya mati disana.

Sedangkan semut lain, ia masih saja berupaya sekuat tenaga. Kelompoknya terheran-heran, mengapa ia terus saja melakukan hal konyol seperti itu. “Hai, apa kau tidak dengar apa yang kita katakan? Berhentilah, percuma. Kau tidak akan pernah berhasil!” Namun tak lama, selembar daun gugur terjatuh tepat disampingnya. Tanpa berpikir panjang, semut pun segera naik dan akhirnya selamat sampai ke darat.

Saat ia tiba, semut lain bertanya, “Apa kau tidak dengar apa yang kita katakan tadi?” Lalu semut itu pun menjelaskan bahwa sebenarnya ia tuli. Telinganya tidak cukup baik untuk mendengarkan suara dengan frekuensi yang tidak dekat jaraknya. Ia justru mengira bahwa kelompok menyemangatinya sepanjang waktu.

Ada kekuatan hidup dan mati yang berdasar kepada ucapan dan tutur kata yang diberikan seseorang. Bila saja kita jeli, sebenarnya ada banyak kemungkinan yang diantaranya bisa membangkitkan namun tak jarang juga menjatuhkan. Seorang yang berkata dengan segenap ketulusan hatinya, akan membuat mereka yang mendengar menjadi mampu untuk melewati berbagai hal sulit didalam kehidupannya.

 Namun seorang yang berkata dengan segenap kebenciannya, sama dengan ia telah membunuh dirinya sendiri. Tanpa disadari, kebencian seringkali mendatangkan ketidak beruntungan kepada hati yang memilikinya. Rasa benci menjauhkan dia dari kenikmatan tersenyum, tertawa, gembira dan bersuka cita. Bagaimana bisa dia memberikan semangat kepada orang lain, bila dia pun tidak pernah bisa menyemangati dirinya? Dan kesuksesan hidup yang sesunguhnya adalah kesuksesan yang bisa berbagi manfaat dengan orang lain yakni saling memberikan semangat bukan saling menjatuhkanya.

MOTIVASI KERJA

Menjadi modal terbesar dalam bekerja adalah motivasi, seperti seekor rusa dengan singa diafrika setiap paginya seekor rusa bagun dan tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat dari singa yang tercepat atau ia akan mati dimakanya, dan setiap paginya juga seekor singa akan tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat dari rusa yang paling lambat atau ia akan mati kelaparan.

Jadi saat matahari terbit entah anda seorang singa atau rusa lebih baik lebih baik anda bangun dan berlari dengan bekerja sebaik mungkin. Atau anda akan mencerita dan keinginan yang lari jauh lebih cepat dari kemampuan anda.

KONDISI KEHIDUPAN

Dengan kondisi seperti itu, anda akan seperti seekor gajah dapat mengakat benda yang bobotnya lebih dari satu ton hanya dengan belalainya, tapi anehnya seekor gajah juga dapat dikondisikan untuk diam disuatu tempat. Diikat dengan tali pada sebuah pasak yang diikat pada kaki depan gajah pada hal dengan seutas tali kecil. Tak ada rantai dan tak ada kandang. Sudah tentu gajah itu dapat melepaskan dirinya dari ikatan itu kapan saja tapi kenyataanya mengapa gajah itu tidak mampu?

Hal ini disebabkan, karena ketika gajah itu masih bayi dan berukuran jauh lebih kecil, gajah itu diikat pada sebuah pohon besar dengan ikatan rantai yang kuat. Bayi gajah iru masih lemah sementara rantai pohonya yang kokoh. Bayi gajah itu tidak bisa diikat maka ia terus mennghentak dan menarik-narik rantai tetapi siapa itu sia-sia saja.

Suatu hari ia menyadari bahwa semua tarikanya dan hentakanya itu tidak ada gunanya, iapun menyerah dan berpikir bahwa ia tidak akan pernah membebaskan diri dari belengu ikatanya. Bayi gajah itu berhenti berusaha dan diam, setelah bayi gajah tumbuh menjadi gajah dewasa yang besar ia diikat dipasak kecil dengan mengunakan tali yang rapuh. Sebenarnya gajah itu dapat membaskan dirinya hanya denga satu hentakan tetapi gajah itu diam karena tela dikondisikan untuk meyakini bahwa ia tidak dapat lepas dai ikatan.

Entalah anda selaku seekor/sebuah laba-laba, semut, rusa, singa maupun gajah yang terlahir dengan memiliki kemampuan yang dasyat luar biasa namun kehidupan mengkondisikan kita menjadi manusia yang rapuh, hanyalah kita menentukan satu keberuntungan dalam setiap kondisi tersebut. 


EmoticonEmoticon