Telp. (024) 7691 7578 / HP. 085640-750440 Solikin / HP. 085640-398242 Suratman
“Terkadang kira menganggap hidup orang lain lebih enak, padahal mungkin saja dia lebih sulit, hanya saja dia tidak mengeluh.”Cinderella.
Setiap bangun di pagi hari, aku berharap aku menjadi Cinderella. Tapi hal itu tak pernah terjadi. Kukucek mataku dan kutatap cermin meja rias.
Aku adalah aku.
Tidak ada yang berubah.
Aku
berjalan seperti biasa melewati tanah lapang yang nenperlihatkan
segarnya rumput-rumput hijau. Kakiku akhirnya menapak di sebuah halte
bus. Dengan peluh yang bercucuran, aku berdiri di pinggir halte menunggu
bus yang akan mengantarku menuju kampus. Semoga hari ini tidak
terlambat lagi.
Kudekap erat sebuah bungkusan berpita ungu yang
sudah sangat rapi di dalam tanganku. Hari ini, aku akan mengunjungi
Terre. Seulas senyum berkembang di bibirku. AKu bahkan tidak peduli juka
harus terlambat datang ke kampus. Mau bagaimana lagi? Jam besuk untuk
Terre hanya saat-saat ini.
Tiba-tiba…..
“Duk!!!”
“Aduh….” Seorang anak berusia 10 tahunan menabrakku dan menyambar bungkusan yang kubawa.
Sepersekian
detik kemudian barulah aku menyadari, bungkusan yang telah kugenggam
hilang, Aku menjerit sekeras mungkin, “Copeeeeeeeet!!!”.
Untungnya,
beberapa orang sudah lebih dulu mengejar anak itu. Pikirku, dia adalah
seorang anak jalanan dan pengamen. Dia membawa gitar kecil di dalam
tasnya yang lusuh. Nasibnya kurang beruntung. Kenapa dia nekat mencuri
di tempat seramai ini?
Aku berlari tergopoh-gopoh saat anak itu
sudah dikepung oleh warga. Mereka mengembalikan bingkisan milikki. Sudah
terkoyak. Sesaat itu juga aku merasa hatiku untuk Terre ikut terkoyak.
Anak itu meringkuk ketakutan di tengah kerumunan massa. Ia sempat
mengangkat wajahnya. Mata kami saling bersitatap.
Aku tidak punya
kata lagi. Anak itu pun hanya diperingatkan oleh warga. Setelah mereka
tahu yang dicuri bukanlah barang berharga, warga bubar dengan cepat.
Sempat pula ada yang hampir memukuli anak itu, tapi akhirnya suasana
cukup terkendali. Barangku kembali saja aku sudah senang. Aku
mengucapkan terima kasih pada warga. Seorang bapak mengusir pengamen
cilik itu supaya pergi jauh-jauh.
Tak ingin kupikirkan lagi tentang anak itu.
Terre
itu sahabatku. Sudah lama ia divonis sakit leukimia, dan belakangan ini
kondisinya semakin tidak baik. Aku hanya bisa melihatnya berbaring
lemah di ranjang. hari ini bukan ulang tahun Terre, tapi aku ingin
memberinya hadiah. “Ve….” Terre memanggil namaku.
“Aku mengucap
syukur atas hidupku… Mungkin tidak lama dan… apa yang kamu beri ini… aku
ingin kamu bagikan pada orang lain…” Terre memegang tanganku dengan
tangannya yang ringkih. Air mataku tidak bisa berhenti mengalir.
Tuhan masih sama. Itu yang sering diucapkan Terre pada semua orang. Tubuhnya mungkin kini sudah rapuh, tetapi jiwanya tidak.
Aku menunggu di halte bus dengan isi bungkusan yang sama. Hanya saja aku mengganti bungkusnya dengan yang baru.
Aku
menunggu dan menunggu. Berbagai macam bus sudah lewat tapi tidak
satupun yang kunaiki. Aku sedang menunggu anak pengamen yang
menjambretku tempo hari. Mungkin dia sudah tidak berani lagi kemari.
Tak
kusangka… Ternyata aku masih bisa bertemu dengan anak itu. Ia sedang
mengantongi beberapa koin kedalam saku celananya. Kembali kami
bersitatap.
“Hei!…” panggilku pada anak itu.
“Ada apa mbak?” tanya anak itu tanpa rasa takut.
“Ini”
aku menyodorkan bungkusan yang seharusnya menjadi milik Terre. Air
mataku hampir tumpah tapi aku berhasil menahannya sekuat hati.
“Sahabatku ingin kamu memilikinya…”
Anak
jalanan itu menerima bungkusan yang kuberikan. Dibukanya di tempat itu
juga. Akupun dapat melihat di depan mataku. Anak itu sangat senang
menerima topi yang kuberikan.
Ya, topi. Pemberian sederhana yang
berarti besar. Rambut Terre mulai rontok. Tapi aku ingin dia tetap
gembira dan bergaya dengan topi. Nyatanya bermaksud menolak tapi Terre
merasa tidak membutuhkan topi. Akupun tidak merasa tersinggung. Dia
tidak ingin pakai topi,tidak ingin pakai wig. Dia tidak malu jika orang
melihat rambutnya yang gundul dan Terre tidak marah pada Tuhan.
Kini
topi itu diberikan Terre untuk orang yang tepat. Jadi sianak jalanan
itu tidak akan teralu kepanasan di jalan. Terre mengajarku arti pmberian
yang sebenarnya,
Aku adalah aku.
Dan aku bukan Cinderella.
Aku bersyukur untuk itu.
Dan aku bukan Cinderella.
Aku bersyukur untuk itu.
Sumber : emotivasi.com
Untuk mendapatkan informasi produk-produk training kami
Gg. Salak , Muntal, Gunungpati
Kota Semarang, Jawa Tengah
Telp. (024) 7691 7578
Hubungi HP. 085640-750440 Solikin
HP. 085640-398242 Suratman
Gg. Salak , Muntal, Gunungpati
Kota Semarang, Jawa Tengah
Telp. (024) 7691 7578
Hubungi HP. 085640-750440 Solikin
HP. 085640-398242 Suratman
EmoticonEmoticon