Pindah ke
perusahaan lain untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi merupakan hal
yang alami. Dalam dunia kerja, hal seperti ini lazim terjadi. Mungkin
Anda pun pernah pula mengalami. Gaji dan fasilitasnya yang lebih
menarik, biasanya diimbangi oleh tantangan yang mesti dihadapi. Kalau
tantangan soal beratnya tanggungjawab sih biasa aja kalee. Namanya
jabatan lebih tinggi, gaji lebih besar, fasilitas lebih asoy wajar kalau
dituntutnya juga lebih banyak kan. Tantangan berat biasanya berkaitan
dengan respon, penerimaan, dan sikap orang-orang lama yang kemudian
menjadi anak buah kita.
Karyawan
yang masih baru, biasanya sih terima-terima saja ya. Karyawan yang
sudah mendekati pensiun juga biasanya nggak terlampau ambil pusing.
Yang sering menjadi batu ujian adalah para karyawan senior yang sudah
bekerja lama disana, dan memainkan peran yang sangat penting buat
perusahaan. Biasanya, dari orang-orang seperti ini tantangan terberat
dihadapi oleh orang pindahan yang menduduki jabatan bergengsi di tempat
baru. Tidak jarang mereka sengaja 'ngerjain' atasan barunya itu sampai
frustrasi.
Ada
banyak cara untuk mengatasinya. Dari yang halus, sampai yang kasar.
Ada misalnya boss baru yang mengadu kepada atasannya yang lebih tinggi
sehingga anak buahnya jadi takut. Ada juga yang menggunakan
kekuasaannya untuk membungkam anak buahnya yang dianggap tidak koperatif
dengan tangan besi. Ada pula yang menghindari anak buah senior sulit
diatur itu. Atau memberi tugas yang tidak penting supaya pengaruhnya
kepada kinerja team tidak lagi signifikan. Bisa sih cara-cara seperti
itu diterapkan. Namun, ada cara lain yang lebih baik sih sebenarnya.
Anda mungkin sudah tahu juga. Tapi, boleh juga kita ulas lagi
pokok-pokoknya.
Pertama belajarlah untuk empati.
Misalnya saja, perusahaan Anda merekrut seseorang dari perusahaan
lain. Dan orang itu, menjadi atasan Anda. Padahal, menurut pendapat
Anda; diri Anda pun tidak kurang cakap untuk mendapatkan kursi jabatan
itu. How do you feel?
Jika
Anda melihat orang baru itu ternyata usianya lebih muda dari Anda.
Pengalamannya di bidang itu kalah jauh dari Anda. Dan Anda, tidak
melihat kelebihan apapun yang dimilikinya selain kemampuan berbahasa
Inggrisnya yang bagus sehingga bisa ngomong casciscus sama buleboss.
Cuman begitu doang. How do you feel?
Kalau Anda merasa atasan baru yang direkrut dari luar itu tidak memiliki kelebihan signifikan dari Anda, bagaimana
mungkin Anda tulus ikhlas menerima nasibnya yang lebih baik dari Anda
kan? Anda tidak perlu menjawab iya atau tidak, karena itu mah
manusiawi. Kita semua begitu. Makanya, hal seperti itu disebut sebagai
empati. Kita menempatkan diri pada situasi orang lain; supaya paham apa
sih yang mereka rasakan dan pikirkan.
Jadi
intinya, sebenarnya wajar jika orang lain 'meragukan' kelayakan diri
kita – yang pendatang baru ini – dalam memimpin mereka. Dengan
pemahaman ini, maka kita tidak tergoda untuk bersikap apriori terhadap
sambutan dingin mereka. Dan kita pun tidak merasa berkecil hati
karenanya.
Kedua, pahamilah bahwa mereka tidak benar-benar mengenal Anda. Mungkin mereka hanya melihat sosok Anda saja. Mereka
tidak tahu jika Anda itu ahli dibidang yang relevan. Mereka juga tidak
tahu kalau Anda punya banyak prestasi. Mereka tidak tahu bahwa Anda itu
memang benar-benar layak memimpin mereka. Mereka tidak tahu itu.
Sehingga dalam benak mereka berkata; 'Halah, anak kemaren sore kayak
gini kok jadi atasan gue!'. Kalau mereka mengenal Anda lebih baik;
tentu sambutan mereka akan berbeda kan? Jadi, bantulah mereka agar
mengenal siapa diri Anda yang sebenarnya.
Ketiga
renungkan pertanyaan ini; bagaimana caranya untuk membuktikan kepada
mereka bahwa Anda adalah orang yang layak memimpin mereka? Anda,
tentu seorang atasan yang bagus. Tapi bagus atau tidaknya kualitas
kepemimpinan seseorang tidak didasarkan pada penilain diri sendiri.
Melainkan pada anak buahnya. Boss besar mungkin menilai Anda sebagai
atasan yang bagus. Tapi kalau dimata anak buah, Anda tidak begitu maka
mungkin Anda doyan ABS. Khalayak bisa mengira Anda atasan hebat. Tapi,
kalau anak buah Anda menilai sebaliknya maka Anda hanya menang
pencitraan.
Kita
mesti membuktikan diri bahwa kita memang pemimpin yang kapabel, bagus,
bisa diandalkan. Biarkan anak buah kita akan menyaksikan dengan mata
kepalanya sendiri. Dengan begitu, mereka menaruh rasa hormat bukan
karena jabatan kita. Bukan karena boss yang menyukai dan merekrut kita.
Melainkan karena sekarang mereka mengenal siapa kita yang sebenarnya;
melalui proses pembuktian yang sudah kita tunjukkan.
Dengan
begitu, maka tidak ada lagi keraguan dalam hati mereka terhadap
kelayakan kita untuk memimpin mereka. Jika Anda berhasil mewujudkan hal
itu, maka in sya Allah; menjalankan tugas sebagai pemimpin itu akan
menjadi lebih mengasyikan.
Sumber: Mailist Motivasi Indonesia
Sumber: Mailist Motivasi Indonesia
EmoticonEmoticon