Trustco Jateng - Lembaga Training Jawa Tengah Telp. (024) 7691 7578 / HP. 085640-750440 Solikin / HP. 085640-398242 Suratman
Enam
Unsur Sukses yang berupa komponen terdiri dari
enam huruf.
Saya uraikan di bawah ini:
Saya uraikan di bawah ini:
Usaha
Tak ada orang yang dikatakan sukses bila ia tanpa
melakukan usaha keras untuk meraihnya. Bila seorang anak menjadi kaya raya
karena menerima warisan dari orang tua-nya, maka saya tak setuju itu dikatakan
sukses. Namun bila seorang mencapai suatu tingkat kestabilan hidup tertentu
melalui sebuah perjuangan dan serentetan kegagalan, maka ia bisa dikatakan
sukses meski secara materi dia tak menunjukkan kekayaan. Jadi, sebenernya
sukses bukan merupakan suatu keadaan tapi lebih kepada sebuah proses.
·
Colonel Sanders dari Kentucky Fried Chicken berupaya
keras menjual resep ayam gorengnya hingga mengalami penolakan lebih dari seribu
(ya …seribu!) kali hingga akhirnya ada juga yang tertarik membeli resepnya dan
mengembangkan wara laba.
·
Thomas Alva Edison melakukan eksperimen ribuan kali sebelum
akhirnya ia menemukan lampu pijar dan puluhan temuan lainnya. Pada awalnya ia
tak pernah tahu bahwa lampu pijar akan berhasil ditemukan. Yang ia lakukan
hanyalah berusaha keras melakukan satu eksperimen ke eksperimen selanjutnya. Ia
pernah menjadi pedagang asongan untuk mendanai eksperimennya.
·
Soichiro Honda juga melakukan ribuan usaha sampai akhirnya bisa
membuat mobil Honda dan bahkan mulai masuk pasar Amerika bukan melalui mobil,
namun motor Honda Cup.
Kompeten
Adakah orang sukses tapi tak ahli di bidangnya?
Colonel Sanders adalah juru masak handal di angkatan bersenjata sebelum ia
menawarkan resepnya untuk waralaba. Jadi, dia telah gigih membangun kehaliannya
hingga ia benar-benar kompeten di bidang memasak ayam goreng. Demikian halnya
Edison, ia sangat menguasai tata cara melakukan eksperimen meskipun ia seorang
yang otodidak – belajar sendiri dari pengalamannya. Soichiro Honda telah
melatih dirinya merakit mobil sejak kekalahan Jepang di Perag Dunia kedua. Ia
bahkan drop-out dari sekolah karena ingin mempertajam ketrampilan merakit
mobil.
Coba kita bayangkan, tanpa adanya keahlian, apa yang
akan ditawarkan oleh Colonel Sanders? Thomas Alva Edison? Soichiro Honda?
Seorang siswa SMA harus menguasai dulu pelajaran yang
ia tempuh selama duduk di SMA sehingga ia lulus dalam ujian dan diterima di
perguruan tinggi impiannya – bila memang ia ingin melanjutkan kuliah di
perguruan tinggi. Bila ia ingin langsung menjalankan bisnis, maka ia harus
mulai memahami dulu apa yang akan ia jual dan tawarkan ke pasarnya. Jadi, ia
juga harus kompeten dulu. Dengan menggabungkan unsur sebelumnya bisa juga hal
ini dimaknai dengan: berusaha sekuat tenaga membangun kompetensi diri untuk
masa depan yang lebih baik.
Stamina
Orang
yang sukses harus lentur terhadap segala macam cobaan yang dihadapi. Tak
mungkin sebuah kesuksesan dicapai tanpa mengalami cobaan. Untuk itu, orang yang
sukses perlu stamina mental dan fisik yang tangguh agar perjalanannya merajut
sukses bisa tercapai. Saya selalu menggaris-bawahi masalah stamina ini sebagai
suatu hal yang paling penting karena seorang pakar,Napoleon Hill, pernah
mengatakan bahwa seorang penambang emas yang gagal ternyata berhenti menggali
ketika beberapa centimeter kemudian ada emas di galiannya. Ini menggambarkan
suatu kemauan untuk mempertahankan stamina kita untuk selalu menggali terus,
ibarat ilmu yang tak akan pernah habis digali.
Pada
tahun 2002 saya memutuskan meninggalkan dunia perbankan konvensional karena
setahun sebelumnya saya baru menyadari konsep riba dalam Agama Islam.
Sebelumnya saya tidak tahu apa itu yang namanya riba. Pada saat saya mendapat
‘hidayah’ untuk segera meninggalkan pekerjaan yang terkait riba, sebetulnya
saya tak tahu setelah itu saya akan bekerja apa karena saya belum melemparkan
lamaran kerja ke tempat lainnya. Pengalaman saya bekerja di Citibank NA sungguh
luar biasa dan menyenangkan, apalagi bidang saya adalah Total Quality
Management (Six Sigma). Artinya, kalau mau pindah kerja ya ke perbankan lagi
lebih mudah. Tapi untuk apa? Tujuan saya kan meninggalkan pekerjaan yang
ribawi. Akhirnya saya memanfaatkan ilmu saya dalam mengajar (sebagai trainer)
dan diterima sebagai dosen tamu di SGU (Swiss German University) di BSD.
Meski dari penghasilan hanya sepersepuluh dari gaji di Citibank, toh saya bisa
bertahan hidup. Akhirnya saya mendapat tawaran mengerjakan due
dilligence di PT Semen Gresik bekerjasama dengan tass consulting dan
Boston Consulting Group. Kalau saya tak memiliki stamina, bisa jadi saya
kembali ke perbankan lagi, sebagai karyawan bank. Syukur Alhamdulillah hingga
kini saya sangat menikmati dunia saya sebagai konsultan. Sangat sulit bagi saya
meninggalkan bidang yang terlanjur saya cintai. Kata orang bijak : “Choose the
job you love and you will never work any single day”. Bener juga, saya selalu
menikmati tantangan setiap tantangan yang saya alami, termasuk dalm tiga tahun
terakhir ini saya banyak berurusan denag upaya merubah pola pikir PNS. Berat
tapi nikmat …
Eksistensi
Saya selalu menikmati berangkat kerja pada pagi hari
sebelum jam 6:00 karena bekerja di pagi hari lebih nikmat dan ketika sampai di
kantor jam 7:00 masih banyak orang belum di kantor dan saya bisa menyiapkan
banyak hal sebelum jam kerja dimulai. Yang selalu saya nikmati adalah
perjalanan ke kantor yang sudah empat tahun ini saya lakukan dengan bersepeda.
Sepanjang perjalanan saya bersepeda ke kantor, saya selalu mengamati toko-toko
yang sudah buka sejak pagi hari. Bahkan ada beberapa yang buka selama 24 jam.
Ini sungguh luar biasa. Yang mereka lakukan adalah menunjukkan eksistensi bahwa
mereka konsisten melayani pelanggan pada jam-jam yang telah dijanjikan. Coba
Anda bayangkan bila ada sebuah toko yang jam bukanya tak konsisten, kadang kala
tutup tanpa alasan yang jelas.
Seorang teman saya ada yang sering berganti profesi
dari agen asuransi, kemudian menjual produk perbankan, menjual tiket
pertunjukan, jual-beli mobil. Suatu saat ketika saya hubungi untuk memesan
tiket pertunjukan, dia sudah tak berjualan lagi sehingga saya bingung
sebenernya profesi dia apa. Sementara itu ada teman yang dari dulu profesinya
mengurus perpanjangan STNK. Bahkan saya mengenalnya sejak bisnis perpanjangan
STNK itu diawali oleh ayahnya. Mereka mempertahankan eksistensinya di bisnis
yang sama sehingga setiap saya ingin mengurus STNK, saya hanya ingat nomer
telponnya, bukan yang lainnya.
Seorang siswa yang membangun kompetensinya sebagai
seorang tenaga medis profesional dan akhirnya bisa sekolah di jurusan medis
perguruan tinggi tertentu, maka ketika lulus sebaiknya juga menekuni bidangnya
dan tak tertarik menjadi karyawan perbankan, misalnya. Bila itupun terjadi,
maka ia harus bekerja keras mengejar ketinggalannya karena selama ini ia
berusaha membangun keahliannya sebagai tenaga medis profesional (dokter,
perawat, dsb.).
Stabilitas
Bila
unsur-unsur sebelumnya lebih berorientasi kepada proses menuju sukses, maka
yang saya maksud dengan stabilitas orientasinya justru kepada outcome. Maksud
saya begini: Kita harus paham apa yang ingin kita raih akhirnya dalam kehidupan
di dunia ini. Sebagian siswa peserta Education Day menyebut bahwa mereka ingin
masuk surga. Saya rasa ini memang ultimate goal kita semua.
Namun tentunya kita ingin masuk surga dengan kondisi kehidupan yang bisa kita
nikmati juga. Artinya kita harus mencapai suatu keadaan yang selalu bergerak
menuju perbaikan namun ajeg. Ini yang saya sebut dengan unsur terakhir
stabilitas. Tak ada orang sukses yang hidupnya tak stabil. Ia harus mencapai
kestabilan tertentu dalam hidupnya. Seorang koruptor kakap bisa kaya raya dan
memiliki segalanya. Namun, apa ia memiliki kebahagiaan sehingga hidupnya
mencapai stabilitas tertentu? Saya yakin tidak. Seorang koruptor yang kaya raya
tak bisa dikatakan sukses karena dia tak stabil hidupnya. Dengan stabilitas
yang baik maka seseorang akan tenang dalam hidupnya. Inilah yang disebut dengan
sukses dalam arti yang sesungguhnya. Sedangkan keinginan masuk surga sekaligus
bisa berfungsi sebagai filter agar kita tak memilih bidang yang banyak syuhbat
(keraguan) nya dari segi syar’i.
Sasaran
Meskipun saya bahas paling akhir, namun sasaran ini
merupakan unsur terpenting dari apa yang disebut sukses. Mengapa? Tanpa
memiliki sasaran, maka kemanapun kita melangkah kita akan sampai. Namun kita
tidak tahu sebenarnya sampainya kita itu di tempat yang kita inginkan atau
tidak. Ibaratnya, orang yang berjalan atau bahkan bersepeda pada akhirnya akan
berada atau sampai pada suatu tempat tertentu. Namun, tempat tersebut belum
merupakan cerminan dari tempat yang ia inginkan. Lain halnya kalau saya
bersepeda menuju tempat kerja (kantor), maka saya akan tahu apakah saya sampai
pada sasasarn atau tidak. Kalau belum sampai sekalipun, saya masih bisa
mengukur berapa jauh lagi saya akan sampai ke tujuan saya.
Orang sukses selalu memiliki tujuan yang jelas dan ia
tuangkan ke dalam sasaran masa depan yang jelas bagi dirinya sehingga ia tahu
apakah ia mencapainya atau belum. Sasaran merupakan yang terpenting dari
kesuksesan. Artinya, kita bisa mengartikan sebagai berikut, dikaitkan dengan
lima unsur sebelumnya:
·
Seorang yang sukses selalu mengukur
usahanya seberapa jauh mencapai sasarannya (unsur 1: usaha)
·
Seorang yang sukses membangun
keahliannya untuk mencapai sasarannya (unsur 2: kompeten)
·
Seorang yang sukses tak mudah menyerah
sebelum sasarannya tercapai (unsur 3: stamina)
·
Seorang yang sukses selalu menjaga
eksistensi nya dalam upaya mencapai sasarannya (unsur 4: eksistensi)
·
Seorang yang sukses merasakan kestabilan
dalam hidupnya karena semua usaha, kompetensi, stamina, dan eksistensi nya
adalah demi mencapai sasaran hidupnya (unsur 5: stabilitas).
Dengan
demikian maka lengkaplah sudah enam unsur sukses yaitu:
Sasaran
Usaha
Kompeten
Stamina
Eksistensi
Stabilitas
EmoticonEmoticon