Telp. (024) 7691 7578 / HP. 085640-750440 Solikin / HP. 085640-398242 Suratman
Allah Maha Penyayang. Sudah paham kita bahwa kata ‘maha’
pada sifat Allah itu telah menunjukkan bahwa Allah swt tiada
tandingannya dalam sifat itu. Tapi tetap saja Rasulullah
memperbandingkan sifat kasih sayang Allah dengan sifat kasih sayang
makhluk – untuk memberi pemahaman kepada umat bahwa kasih sayang Allah
jauh lebih besar dari kasih sayang yang diperbandingkan. Tentu kasih
sayang makhluk yang diperbandingkan itu bukanlah kasih sayang yang
sepele. Kalau kita ingin memberi pemahaman pada anak kita yang masih
kecil sebesar apa ikan paus itu, tentu kita tidak akan memperbandingkan
dengan ikan cupang, tapi kita akan katakan “tahu sebesar apa ikan hiu
atau lumba-lumba? Ikan paus jauh lebih besar.”
Umar bin Khatab
pernah menceritakan pengalamannya setelah melewati suatu peperangan.
“Didatangkan beberapa tawanan ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Tiba-tiba ada di antara para tawanan seorang wanita yang buah
dadanya penuh dengan air susu. (tampaknya ia kebingungan mencari
anaknya). Setiap ia dapati anak kecil di antara tawanan itu, ia ambil
dan kemudian ia dekap di perutnya dan disusuinya. Maka Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bertanya pada para sahabat, “Apakah kalian menganggap
wanita ini akan melemparkan anaknya ke dalam api?” Kami pun menjawab,
“Tidak. Bahkan dia tak akan kuasa untuk melemparkan anaknya ke dalam
api.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh Allah lebih
sayang kepada hamba-Nya daripada wanita ini terhadap anaknya.” (Muttafaq
Alaih)
Perbandingan itu membuat saya memahami bahwa begitu besar
cinta Allah kepada makhluk-Nya mengalahkan setiap bentuk kasih sayang
yang lain, sekaligus membuat saya tersadar begitu besarnya cinta seorang
ibu sampai-sampai dijadikan perbandingan untuk cinta yang maha dahsyat
milik Allah swt.
Sebuah Berita Memulai Cerita Cinta
Test
Pack, Ultrasanografi (USG), atau apa pun medianya telah memulai
perjalanan kisah cinta yang agung. Tidak malu-malu air mata menghias di
kerling mata seorang calon ibu ketika mendapat berita hadirnya buah hati
yang menyatu pada jasadnya. Bukan simbiosis mutalisme, apalagi
parasitisme, tapi jalinan hubungan yang dijalani oleh organisme yang
memakan makanan induk semangnya pada jasad seorang wanita merupakan
simbiosis cintaisme. Simbiosis yang sangat-sangat ditunggu oleh seorang
wanita.
Setelah hadirnya kabar itu, seorang wanita akan menemukan cinta di sekelilingnya, di setiap harinya.
Morning Sickness dan Semua Kepayahan
Jasadnya saja yang menderita morning sickness, tapi hatinya along day
hapiness. Rasa mual memang mengganggu, tapi tak menjadi beban pikiran.
Dan setiap kepayahan yang terasakan, tak mampu mempengaruhi hari-hari
bahagia seorang wanita. Ada cinta baru, kebahagiaan, dan rasa syukur
kepada Allah swt yang berkekuatan dahsyat mendominasi kesadaran wanita
tanpa ada yang bisa mengkudetanya.
Siapa yang bilang kalau cinta itu pasti selalu mudah dan menyenangkan?
Ekspresi yang Tak Rasional
Seorang pria dengan pikiran rasionalnya mempertanyakan kebiasaan
seorang wanita mengandung yang rajin mengelus perut dan berbicara pada
janinnya. “Sia-sia. Bagaimana mungkin jasad itu mengerti apa yang kau
lakukan dan apa yang kau katakan?” Wanita itu menjawab, “Ah, tahu apa
kamu tentang cinta ini. Apakah kau percaya ada energi hangat yang jatuh
dari matahari ke bumi? Kau melihatnya? Kalau kau tak melihatnya tapi
percaya, maka lebih masuk akal lagi bahasa cinta ini. Tapi kemampuan
rasional mu terbatas, wahai pria…”
Perbincangan wanita pada janinnya itu monolog. Indoktrinasi cinta dari seorang calon ibu pada anaknya.
Dan Wujud Cinta itu pun Terlihat Nyata
Yang mencintai merasakan perih, yang dicintai menangis keras. Ada
pertengkaran kah? Justru puncak kebahagiaan baru saja hadir. Rasa
geregetan selama sembilan bulan untuk segera melihat buah hati tuntas
sudah. Cinta bergemuruh di dada seorang ibu. Kalau selama ini usapan
cinta terhalang oleh perut, kini cinta itu bisa ditransfer langsung di
dekat jantung seorang ibu. Jantung yang tiap hari denyutnya digerakkan
oleh cinta.
Seorang ibu mengerti, bila bayi menangis di tengah
malam adalah karena ia rindu mendengar detak jantung si ibu. Selama
sembilan bulan sebelumnya si bayi tak pernah alpa sehari pun mendengar
denyut jantung si ibu, kini setelah lahir si bayi merasa kehilangan
denyut cinta itu. Karenanya, kapan pun ia merasa rindu, si bayi mengeak
keras.
Dan waktu terus berjalan, sang anak tumbuh besar. Tapi
cerita cinta si ibu tidak pernah berhenti. Ketika seorang anak sudah
lama disapih, sudah lupa bunyi detak irama cinta dari ‘alat musik’
jantung seorang ibu, si anak pun mulai tergerus kesadarannya akan cinta
seorang ibu. Itu yang membuat seorang anak berani menantang ibunya.
Semoga bukan karena tidak mampunya ibu membahasakan cinta pada seorang
anak ketika si anak telah tumbuh. Karena bahasa cinta di setiap umur
seorang anak itu berbeda-beda. Seorang ibu harus paham bahasa yang tepat
untuk setiap usia.
Bahkan setelah remaja, seorang anak mulai
memadu cinta ibunya. Tak masalah karena itu fitrah. Tapi saat nama lain
mulai masuk ke hati, sering kali nama itu bersikap egois dengan berusaha
menyingkirkan nama ibu yang sebelumnya ada di hati seorang anak.
Tragis. Semoga bukan karena kedudukan cinta ibu di hati anak yang memang
lemah. Seorang anak di dunia ini akan menemukan berbagai cinta, kalau
ibu tidak mampu mengokohkan cintanya di hati seorang anak, maka cinta
ibu itu rawan dikalahkan oleh cinta lain.
Bakti yang Agung Pada Manusia Penuh Cinta
Cinta. Menjadi alasan yang kuat kalau seorang muslim wajib menaati
orang tuanya, terutama ibu. “Penuhilah hak ibu, sebab surga berada di
bawah telapak kakinya.” (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Nasa’i;
diriwayatkan juga oleh Bukhari, kita adab; Thabrani; dan Al-Hakim).
Kalau Rasulullah mengumpamakan surga berada di bawah telapak kaki ibu,
lalu apa yang ada di kening seorang ibu? Cinta di jantung seorang ibu,
surga di telapak kakinya.
Seorang hamba merindukan keridhoan
Tuhannya. Ia lakukan amal-amal jawarih (amal anggota tubuh) dan nawafil
(sunnah). Ia tahan kantuk di sepertiga akhir malam, ia tahan lapar di
siang hari, dan bergegas ia ke masjid untuk ihtiromil waqtih
(menghormati waktu) sholat wajib. Sudah sampai kah pada ridho Tuhannya?
"Ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Allah
tergantung kepada kemurkaan orang tua" (HR Bukhori, Ibnu Hibban,
Tirmidzi,Hakim). Kalau ia belum melakukan birrul walidain (berbuat baik
pada orang tua) sehingga orang tuanya ridho, amal-amal itu beserta
kesusahannya belum membuat Allah swt ridho.
Keridhoan orang tua…
padahal itu mudah. Karena cinta ibu pada anak tertanam kuat di
jantungnya. Kesusahan mengandung, melahirkan, dan mengasuh adalah upaya
menanam pondasi cinta sampai ke dasar jantung. Apa yang dapat
meruntuhkan bangunan kokoh itu? Kedurhakaan!!
“Siapa yang membuat orang tuanya sedih, maka ia telah durhaka kepada keduanya.” (HR Bukhari)
Hamba itu ingin menyempurnakan usahanya. Ia tak mampu terus menerus
sholat dan puasa sepanjang waktu. Tapi ada amal ruhbaniah/kependetaan
(seperti pada hadits riwayat Ahmad) yang sebanding dengan terus menerus
sholat dan puasa selama mengerjakan amal itu. Yaitu jihad. (HR Bukhari,
Muslim, An-Nasa’i, Ibnu Majah). Hamba itu bersemangat kepada amalan itu.
Adakah halangan?
“Aku ingin berangkat perang, dan aku datang
untuk meminta nasihat Anda.” Kata seorang pemuda kepada Rasulullah saw.
Lalu Nabi bertanya, “Apakah Anda masih punya ibu?” Jawab pemuda itu, “Ya
masih.” Nabi berkata “(Kalau begitu) pergilah, penuhilah kewajiban Anda
untuk berbakti kepadanya, sebab surga itu berada di antara kedua
kakinya.” (HR Hakim, shahih menurut beliau dan disepakati Adz-Dzahabi).
Ibu… wanita itu adalah manusia penuh cinta. Respon lah cinta itu karena
surga dan keridhoan Allah bergantung dari bagaimana kita merespon cinta
ibu.
Robirhamhuma kama robbayani sighoro. "Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu kecil." (QS 17:24)
“Kami perintahkan kepada manusia supaya
berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan
susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah
dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku,
tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi
kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau
dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (QS
46:15)
Sumber : klik
Untuk mendapatkan informasi produk-produk training kami
Gg. Salak , Muntal, Gunungpati
Kota Semarang, Jawa Tengah
Telp. (024) 7691 7578
HP. 085640-750440 Solikin
HP. 085640-398242 Suratman
EmoticonEmoticon