Rabu, 09 Maret 2016

Mengasah Rasa

Trustco Jateng  -  Lembaga Training Jawa Tengah Telp. (024) 7691 7578 / HP. 085640-750440 Solikin / HP. 085640-398242 Suratman

Dalam diri kita, ada yang acap kita sebut sebagai bagian dari proses kerja “hati”. Yakni, saat kita merasa sesuatu terjadi pada diri kita. Saat sedih, senang, saat bahagia atau nestapa, kita mampu merasakan hal itu. Dalam kondisi itulah, kita kerap menyebut hati (baca: perasaan) sedang senang, bahagia, gundah, sedih, dan seterusnya.

Dengan rasa yang muncul dari “hati” itu, sebenarnya kita punya “detektor” canggih yang akan menyaring perilaku kita. Saat kita terbiasa melakukan hal yang baik dan benar, biasanya ketika melakukan kesalahan kecil setitik saja, ada rasa yang kurang enak dalam “hati”. Sebaliknya, saat seseorang kerap melakukan kejahatan, bisa jadi titik rasa bersalahnya mulai membeku. Meski sebenarnya, hampir bisa dipastikan, penjahat terkejam sekali pun pasti masih punya rasa.

Inilah kekuatan dari proses dalam diri. Saat berpikir, merenung, bertanya pada diri sendiri tentang sebuah kejadian, kita sejatinya punya banyak jawaban, apakah hal yang kita lakukan itu benar atau salah, baik atau buruk, halal atau haram. Dari kondisi ini, masing-masing orang punya ketentuan terhadap pilihannya masing-masing.

Ini mengapa, saya kerap menyebut hal pertama dalam filosofi success is my right adalah unsur kesadaran. Sebab, kesadaran inilah yang bisa mengantarkan kita pada pencapaian-pencapaian tertentu. Apa pun hasilnya, itu sebenarnya merupakan konsekuensi dari “rasa” yang kita olah dari “hati”. Jika yang baik, benar, dan halal kita maksimalkan, hampir bisa dipastikan hasilnya pun akan memunculkan banyak keberkahan.

Begitu pula dalam konteks yang lebih luas, kebangsaan. Jika ditarik benang merah, soal rasa yang muncul dari “hati” akan bisa menentukan ke mana kita akan mengarah sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Saya ingat sebuah ungkapan dalam bahasa Jawa yang sangat mendalam artinya. Yakni, rumangsa melu handarbeni, rumangsa melu hangrungkebi, mulat sarira hangrasa wani. Jika diterjemahkan secara harfiah, ungkapan itu memiliki makna merasa ikut memiliki, merasa turut melindungi, melihat badan merasa berani.

Secara konteks kekinian—yang sedang kita butuhkan untuk kehidupan berbangsa yang lebih baik—ungkapan tersebut mengajarkan setidaknya tiga hal. Pertama, ketika kita merasa memiliki dan menyayangi sesuatu, maka dengan sepenuh hati kita harus berusaha melindungi dan merawat hal tersebut. Perasaan ikhlas tanpa pamrih dengan sendirinya akan muncul jika kita berkorban untuk sesuatu yang kita sayangi. Jika kita menjadikan ini sebagai sebuah pegangan sebagai warga negara yang baik, maka kita pun seharusnya bisa lebih peduli untuk ikut berperan dalam membangun bangsa. Saat merasa memiliki, kita akan makin berbakti pada negeri.

Kedua, mengingat yang kita hadapi adalah milik kita, maka kita wajib membela dan melindungi hal tersebut secara ikhlas dan sukarela. Perasaan ingin membela ini juga harus kita kedepankan sebagai bentuk menjaga harga diri dan martabat bangsa.

Kemudian yang ketiga adalah berani secara terbuka untuk melihat kesalahan yang terjadi di dalam diri. Kita harus mau mengevalusi diri dan bersikap jujur baik bagi diri kita sendiri maupun jujur terhadap orang lain. Biasakan juga untuk kritis terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadinya berbagai penyelewengan yang bisa muncul dari dalam diri.

Ketiga hal tersebut jika dijalankan dengan penuh kesadaran, akan menghadirkan kekuatan luar biasa, baik untuk pribadi maupun sebagai warga negara yang baik.

Karena itu, judul yang saya kupas ini (soal mengasah rasa) sejatinya perlu perenungan lebih dalam, tentang apa yang ada dalam diri kita masing-masing, yang bisa kita maksimalkan. Bukan itu saja. Dengan mengasah “rasa”, kita bisa menjadikan setiap langkah yang kita tempuh lebih terarah dan penuh berkah.

Mari kembangkan dan pelihara “rasa”, agar kita bisa selalu merasa, jika ada yang kurang baik segera bisa kita perbaiki bersama; jika ada yang bengkok bisa kita luruskan bersama-sama pula. Sehingga, kita pun bisa menjadi insan yang proaktif menciptakan banyak kebaikan, untuk diri sendiri maupun lingkungan. Semoga.
Sumber : www.andriewongso.com


Untuk mendapatkan informasi produk-produk training  kami
Gg. Salak , Muntal, Gunungpati
Kota Semarang, Jawa Tengah
Telp. (024) 7691 7578
HP. 085640-750440 Solikin
HP. 085640-398242 Suratman


EmoticonEmoticon