Enam puluh lima ribu
pasang mata hadir di stadion itu. Semua hendak menyaksikan event atletik besar
di ajang olahraga terbesar seplanet bumi.
Nama lelaki itu Derek
Redmond, seorang atlet pelari olimpiade asal Inggris. Impian terbesarnya ialah
mendapatkan sebuah medali olimpiade, -apapun medalinya-. Derek sebenarnya sudah
ikut di ajang olimpiade sebelumnya, tahun 1988 di Korea. Namun sayang beberapa
saat sebelum bertanding, ia cedera sehingga tak bisa ikut berlomba. Mau tak
mau, olimpiade ini, adalah kesempatan terbaiknya untuk mewujudkan mimpinya. Ini
adalah hari pembuktiannya, untuk mendapatkan medali di nomor lari 400 meter.
Karena ia dan ayahnya sudah berlatih sangat keras untuk ini.
Suara pistol menanda
dimulainya perlombaan. Latihan keras yang dijalani Derek Redmond, membuatnya
segera unggul melampaui lawan-lawannya. Dengan cepat ia sudah memimpin hingga
meter ke 225. Berarti kurang 175 meter lagi. Ya, kurang sebentar lagi ia kan mendapatkan
medali yang diimpikannya selama ini.
Namun tak ada yang
menyangka ketika justru di performa puncaknya, ketika ia sedang memimpin
perlombaan tersembut, tiba-tiba ia didera cedera. Secara tiba-tiba di meter ke
225 tersebut, timbul rasa sakit luar biasa di kaki kanannya. Saking sakitnya,
seolah kaki tersebut telah ditembak sebuah peluru. Dan seperti orang yang
ditembak kakinya, Derek Redmond pun menjadi pincang. Yang ia lakukan hanya
melompat-lompat kecil bertumpu pada kaki kirinya, melambat, lalu rebah di
tanah. Sakit di kakinya telah menjatuhkannya.
Derek sadar,
impiannya memperoleh medali di Olimpiade ini pupus sudah.
Melihat anaknya dalam
masalah, Ayahnya yang berada di atas tribun, tanpa berpikir panjang ia segera
berlari ke bawah tribun. Tak peduli ia menabrak dan menginjak sekian banyak
orang. Baginya yang terpenting adalah ia harus segera menolong anaknya.
Di tanah, Derek
Redmond menyadari bahwa impiannya memenangkan olimpiade pupus sudah. Ini sudah
kedua kalinya ia berlomba lari di Olimpiade, dan semuanya gagal karena cidera
kakinya. Namun jiwanya bukan jiwa yang mudah menyerah. Ketika tim medis
mendatanginya dengan membawa tandu, ia berkata, “Aku tak akan naik tandu itu,
bagaimanapun juga aku harus menyelesaikan perlombaan ini”, katanya.
Maka Derek pun dengan
perlahan mengangkat kakinya sendiri. Dengan sangat perlahan pula, sambil
menahan rasa sakit dikakinya, ia berjalan tertatih dengan sangat lambat. Tim
medis mengira bahwa Derek ingin berjalan sendiri ke tepi lapangan, namun mereka
salah. Derek ingin menuju ke garis finish.
Di saat yang sama
pula Jim, Ayah Derek sudah sampai di tribun bawah. Ia segera melompati pagar
lalu berlari melewati para penjaga menuju Anaknya yang berjalan menyelesaikan
perlombaan dengan tertatih kesakitan. Kepada para penjaga ia hanya berkata,
“Itu anakku, dan aku akan menolongnya!”
Akhirnya, kurang 120
meter dari garis finish, sang Ayah pun sampai juga di Derek yang menolak
menyerah. Derek masih berjalan pincang tertatih dengan sangat yakin. Sang Ayah
pun merangkul dan memapah Derek. Ia kalungkan lengan anaknya tersebut ke
bahunya.
“Aku disini Nak”,
katanya lembut sambil memeluk Anaknya, “dan kita akan menyelesaikan perlombaan
ini bersama-sama.
Ayah dan anak
tersebut, dengan saling berangkulan, akhirnya sampai di garis finish. Beberapa
langkah dari garis finish, Sang Ayah, Jim, melepaskan rangkulannya dari anaknya
agar Derek dapat melewati garis finish tersebut seorang diri. Lalu kemudian,
barulah ia merangkul anaknya lagi.
Enam puluh lima ribu
pasang mata menyaksikan mereka, menyemangati mereka, bersorak bertepuktangan,
dan sebagian menangis. Scene Ayah dan anak itu kini seolah lebih penting
daripada siapa pemenang lomba lari.
Derek Redmond tak
mendapat medali, bahkan ia didiskualifikasi dari perlombaan. Namun lihatlah
komentar Ayahnya.
“Aku adalah ayah yang
paling bangga sedunia!, Aku lebih bangga kepadanya sekarang daripada jika ia
mendapatkan medali emas.”
Dua tahun paska
perlombaan lari tersebut, dokter bedah mengatakan kepada Derek bahwa Derek tak
akan lagi dapat mewakili negaranya dalam perlombaan olahraga.
Namun tahukah kalian
apa yang terjadi?
Lagi-lagi, dengan
dorongan dari Ayahnya, Derek pun akhirnya mengalihkan perhatiannya. Dia
pun menekuni dunia basket, dan akhirnya menjadi bagian dari timnas basket
Inggris Raya. Dikiriminya foto dirinya bersama tim basket ke dokter yang dulu
memvonisnya takkan mewakili negara dalam perlombaan olahraga.
Jika kasih ibu,
adalah melindungi kita dari kelamnya dunia, maka kasih sayang seorang Ayah
adalah mendorong kita untuk menguasai dunia itu. Seorang Ayah akan senantiasa
mendukung, memotivasi, men-support, dan membersamai kita dalam kondisi apapun.
Ayah pulalah yang akan meneriakkan kita untuk bangkit, lalu memapah kita hingga
ke garis finish. Karena mereka tak ingin kita menyerah pada keadaan,
sebagaimana yang ia contohkan.
EmoticonEmoticon