Sabtu, 12 September 2015

Anak Kita Bukan Diri Kita

Telp. (024) 7691 7578 / HP. 085640-750440 Solikin / HP. 085640-398242 Suratman
 
Beberapa dari kita sering mendekap mereka, bahkan menggenggam tangan mereka terlalu erat dan setengah memaksa, meminta mereka mengikuti jalan yang sudah kita tempuh dalam hidup karena terbukti keberhasilannya. Padahal, seperti sebuah ungkapan, dari penyair kenamaan, Kahlil Gibran, yakni bahwa anakmu bukan milikmu. Ungkapan ini bisa kita artikan bahwa anak-anak meski terlahir dari kita, namun sejatinya mereka adalah individu yang berbeda dari kita.

Banyak hal yang kita anggap terbaik untuk mereka—dengan alasan kita sudah melaluinya—tapi ternyata justru itu menjadikan konflik dengan anak-anak. Untuk itu, sebelum terlambat, mari kita ubah persepsi kita sehingga anak-anak bahagia berada di samping kita. Berikut beberapa hal yang bisa kita coba lakukan dan pahami untuk kebaikan anak-anak dan masa depannya sendiri…

1. Tunjuk Bintang dan Biarkan Mereka Meraihnya
Sebagai orangtua, kita tentu lebih menginginkan mereka mengikuti jalan yang sudah kita tempuh. Sebab, kita membuka jalan itu dengan susah payah dari jalan yang penuh onak dan duri hingga menjadi mulus untuk anak-anak kita lewati. Tapi sayangnya, anak-anak kita bukanlah kita. Kita adalah perpaduan orangtua kita. Sedang anak-anak adalah perpaduan antara kita dan pasangan kita, dengan masa lalu yang berbeda. Meski jalan yang kita lewati sama yaitu rumah tangga. Lalu apa yang harus kita lakukan?

Duduk dekat anak-anak. Lalu jabarkan tentang banyaknya bintang impian di langit yang bisa mereka raih. Kita tunjuk satu bintang yang dulu menjadi impian kita. Lalu bertanya apakah mereka suka dengan bintang itu? Bila mereka tidak suka, beri pemahaman tentang banyak bintang yang lainnya. Biarkan mereka memilih. Dan ketika mereka memilih bintang yang mereka tunjuk dengan banyak harapan di dalamnya, tugas kita adalah menambah wawasan akan bintang itu. Lalu mengarahkan semaksimal mungkin, memfasilitasi, hingga mereka paham bahwa bintang yang mereka pilih tidak salah.

Bila mereka pada suatu kesempatan memilih bintang yang lain lagi, lakukan hal yang sama. Tidak ada yang sia-sia. Meski seribu bintang mereka pilih dan seribu kali kita berusaha, itu bukanlah menjadi sesuatu yang sia-sia tapi justru akan jadi tabungan karakter mereka. Dan kelak, ketika karakter dan keyakinan mereka sudah kuat, mereka akan memilih satu bintang dengan keyakinan penuh dan menjalaninya dengan pasti.

2. Masa Lalu Kita dan Mereka Tidak Sama
Jika masa lalu kita penuh dengan kesulitan dan kita menanggapinya dengan kerja keras, bukan berarti kita harus mengulang-ulangnya dalam sebuah nasihat tidak ada habisnya bagi anak-anak. Anak-anak tetaplah anak-anak dengan pendirian yang masih goyah. Masa lalu mereka baru sedikit, garam kehidupan yang mereka dapatkan juga berasal dari taburan cerita kita.

Masa lalu kita baik untuk dijadikan pelajaran yang bisa kita bagikan pada anak-anak dalam situasi yang nyaman. Tentu saja dengan melihat mereka sebagai individu yang berbeda dengan kita. Dengan situasi nyaman yang terbangun, anak-anak akan menarik benang merah mereka sendiri, lalu menjadikan cerita masa lalu kita pelajaran untuk mereka melangkah ke depan tanpa beban.

3. Karakter Mereka Bukan Karakter Kita
Anak-anak kita tumbuh dari lingkungan yang berbeda dari kita bertumbuh. Mereka memang menyimpan benih gen kita. Tapi potensi gen itu bisa tenggelam karena ada lingkungan lain yang lebih unggul. Sehingga, karakter yang mereka miliki bisa jadi bertolak belakang dengan karakter yang kita miliki. Jika kita menganggap karakter kita yang terbaik, jangan memaksakan. Kondisi anak-anak sekarang di masa tekhnologi berkembang pesat, berbeda dengan kita. Banyak dari mereka yang tidak suka akan paksaan karena alternatif pelarian semakin banyak untuk mereka.

Cara yang paling efektif tentu saja memahami karakter mereka. Bila karakter mereka keras kepala, alihkan keras kepala itu menjadi suatu positif. Misalnya mengajarkan keras kepala itu untuk suatu pendirian yang memang benar. Jangan keras kepala untuk sesuatu yang salah. Dengan begitu, anak-anak dan kita akan belajar menemukan titik temu meskipun karakter kita dan mereka berbeda.

4. Teman Mereka Belum Tentu Teman Kita
Kalau dulu kita memiliki teman yang suka mem-bully kita lalu akhirnya kita menjadi over protective terhadap mereka dan teman-teman yang ada di dekat mereka, tentu itu bukan cara pendidikan yang tepat. Dunia berubah banyak. Selalu ada teman baik dan teman yang buruk. Tugas kita adalah menciptakan akar dan pemahaman yang baik sehingga mereka paham mana teman yang baik dan mana teman yang buruk.

Jangan katakan teman mereka buruk karena kita hanya mendengar dari orang lain tentang perilaku teman mereka. Bila anak suka berteman dengan teman itu, ajak teman itu datang ke rumah. Ketika berinteraksi di rumah, kita akan paham sejauh mana keburukan itu. Jika kita lihat bahwa anak kita berada di bawah kendali teman yang buruk itu, kita bisa menarik anak kita darinya. Tentu saja dengan memberikan banyak pemahaman pada anak sebelumnya sehingga anak menjadi paham kenapa kita melakukan hal itu.

5. Kerikil Mereka Bukan Kerikil Kita
Jelas, jika kita sudah bisa menghalangi setiap kerikil hambatan yang dulu kita jalani bukan berarti setiap kerikil yang ada di hadapan anak-anak langsung kita singkirkan. Bisa jadi kita dulu tertusuk hingga berdarah oleh suatu kerikil, tapi anak-anak kita tidak merasakan hal yang sama. Mereka memiliki kekuatan yang berbeda.

Yang perlu kita ubah adalah adalah pola pikir kita tentang anak-anak. Sering kita menganggap mereka terlalu kecil untuk melewati sebuah hambatan yang kita anggap besar. Padahal itu adalah bagian dari proses kehidupan yang harus mereka lalui. Pengalaman kita menghadapi kerikil hambatan dalam hidup justru bisa kita arahkan untuk membuat anak-anak paham dan pada akhirnya mengubah persepsi mereka sendiri akan makna sebuah hambatan.

6. Jalan Mereka Masih Panjang...
Dalam posisi kita saat ini, dengan banyak pengalaman hidup yang sudah kita jalani, kita sering lupa akan jalan yang sangat panjang yang pernah kita lalui. Dan lupa itu membuat kita jadi merasa bahwa anak-anak kita sedang berusaha menggaris jalannya sendiri dan jalan itu bengkok tidak lurus.

TRUSTCO NUSANTARA
Gg. Salak, Muntal, Gunungpati
(024) 7691 7578
085640750440 Solikin


EmoticonEmoticon